Kantor Perwakilan Luar Negeri
Pada tahun 1980 AEKI telah membuka perwakilan di London, terutama guna menangani permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan kegiatan ICO, selain guna mengikuti tren perkembangan pemasaran kopi di wilayah Eropa.
Kemudian dalam tahun 1991 AEKI membuka lagi 3 perwakilan yaitu di New York (Februari 1991), Hongkong (Mei 1991), dan Tokyo (Juni 1991).
Namun dalam perkembangannya, terutama karena semakin terbatasnya anggaran, maka pada tahun 1993 perwakilan di Hongkong telah ditutup,
disusul dengan penutupan perwakilan di New York pada tahun 2000.
Sementara itu perwakilan di London yang selama ini ditangani oleh Mr. DWH sebagai konsultan, masig tetap berjalan.
Kerjasama Internasional
Indonesia telah menjadi anggota ICO (International Coffee Organization) sejak organisasi tersebut dibentuk pada 1962, sebagai salah satu lembaga dibawah naungan PBB. Pemerintah RI telah menandatangani dan meratifikasi ICA (Internasional Coffee Agreement) 1962, demikian pula ICA terakhir, yaitu ICA 2007 yang berlaku hingga 2012. Dalam ICA 1962 tersebut untuk pertama kali ditetapkan penerapan sistem kuota mulai tahun 1963/64, dalam rangka mengendalikan keseimbangan antara suplai dan permintaan kopi.
Setelah ISO tidak lagi menjalankan sistem kuota, maka harga kopi menjadi semakin merosot.
Oleh karena itu negara-negara produsen termasuk Indonesia kemudian sepakat pada tanggal 23 September 1993 membentuk ACPC (Association of Coffee Production Countries) dan menerapkan sistem retensi untuk mengendalikan suplai, mulai tanggal 1 Oktober 1963. Program ini ternyata tidak berjalan lancer, karena banyak anggota belum siap, dan kemudian dihentikan pada tanggal 15 Mei 1966.
Selanjutnya sejak 1 Juli 1996 sistem resensi ini diganti dengan Program Ekspor, di mana setiap anggota ditetapkan volume ekspor masing-masing. Karena program ini kemudian juga gagal, maka ACPC mencoba menerapkan sistem retensi, yang akhirnya juga tidak berhasil. Oleh karena itu Sekretariat ACPC di London akhirnya ditutup mulai tanggal 31 Januari 2002, namun ACPC masih akan berfungsi sebagai forum koordinasi bagi negara-negara produsen kopi.
Gagasan untuk membentuk ASEAN Coffee Club (ACC) berkembang di sela-sela berlangsungnya “ASEAN Nasional Focal Point Working Group on Coffee” pada tanggal 16 Juli 2009 di Thailand, yaitu setelah ada kesepakatan antara asosiasi-asosiasi kopi dari Indonesia, Thailand, dan Vietnam. dalam pertemuan tersebut Bapak Moenardji Soedargo (AEKI) telah dipilih menjadi Ketua ACC. Dalam pertemuan ACC Jakarta pada bulan November 2009 dan dihadiri oleh delegasi dari Indonesia, Vietnam, Singapura, Filipina, dan Thailand, telah dibahas penyusunan program kerja.
ACC merupakan forum sektor swasta untuk menjalin kerjasama serta saling bertukar pengalaman di berbagai bidang industri kopi. Pembentukan ACC ini sebenarnya juga pernah dirintis pada 1989 oleh Bapak Dharyono Keertosatro (Alm) selaku Ketua Umum BPP AEKI, khususnya dengan wakil-wakil dari Singapura dan Filipina, tetapi kemudian tidak berlanjut.
Sejak tahun 1980-an AEKI telah beberapa kali menerima kunjungan delegasi Vicofa (Vietnam Coffee & Cocoa Association), dalam rangka studi banding tentang budidaya pengolahan kopi, baik diperkebunan besar maupun diperkebunan rakyat. Yaitu dengan melakukan peninjauan di sentrasentra produksi kopi di Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Kemudian sejak awal 1990-an AEKI juga telah beberapa kali melakukan kunjungan balasan ke Vietnam dengan meninjau kebun-kebun kopi a.i. di Provinsi Dak Lak.